Minggu, 08 Februari 2015

Tradisi Suku yang Unik di Indonesia

5 Tradisi Suku yang Unik di Indonesia



1. Tradisi Potong Jari di Papua

Tradisi potong jari ini dilakukan oleh para perempuan tua (yang disebut mama) di Suku Dani di Papua. Ketika ada salah satu anggota keluarganya yang meninggal, terutama jika yang meninggal adalah saudara dekat, seperti ayah, ibu, kakak, adik atau anak, para wanita tersebut menunjukkan rasa duka citanya dengan memotong salah satu jari mereka dengan menggunakan kampak batu.
 
Dan jika sudah tidak ada lagi jari tangan yang bisa dipotong, maka ganti daun telinga merekalah yang akan dipotong. Bagi mereka, rasa sakit akibat terpotongnya jari tangan tidaklah sepadan dengan rasa sakit yang disebabkan karena kehilangan salah satu anggota keluarganya.

2. Seni Merajah Tubuh Tertua di Suku Mentawai

Siapa bilang trend mentato bagian tubuh hanya berkembang di jaman modern. Menurut penelitian, seni merajah tubuh tertua dilakukan oleh suku Mentawai sejak tahun 1500 SM-500 SM. Bagi masyarakat Mentawai, tato (atau mereka menyebutnya sebagai ‘titi’) merupakan roh bagi kehidupan mereka. Melalui tato, mereka juga menunjukkan mata pencaharian dan status sosialnya dalam masyarakat.
 
Tradisi lain yang tidak kalah uniknya di Mentawai adalah tradisi memiliki gigi runcing bagi para perempuan di suku tersebut. Gigi mereka dikikir dengan menggunakan kayu dengan sedemikan rupa sehingga menjadi lebih runcing dari umumnya. Bagi mereka, semakin runcing gigi yang dimiliki, semakin cantiklah mereka.

3. Tradisi Jalan Kaki dan Tanpa Kendaraan oleh Suku Baduy

Boleh jadi, orang-orang dari suku Baduy lah yang tidak perduli dengan naiknya BBM belakangan ini. Sebab, kearifan lokal mereka (terutama dari suku Baduy Dalam) mengajarkan untuk selalu berjalan kaki tanpa alas kaki dan tanpa menggunakan kendaraan.

Meskipun tinggal tidak terlalu jauh dari ibu kota yang gemerlap, namun mereka masih jauh dari teknologi namun tetap dapat hidup tentram dan damai. Semua perlengkapan hidup mereka buat dari bahan-bahan yang alami dan gampang terurai. Misalnya sebagai pengganti pasta gigi mereka menggunakan siwak, sabut kelapa dan dicampur dengan gamping yang dihaluskan.
Jika ada salah seorang warganya yang melanggar aturan, maka mereka akan dikenai sanksi berupa pengasingan di hutan adat selama 41 hari dan bekerja tanpa dibayar. Jika mereka menolak, maka akan dikeluarkan dari suku Baduy Dalam dan menjadi suku Baduy Luar.

4. Suku Naulu Mengasingkan Perempuan Hamil

Adalah Suku Naulu di Pulau Seram, Maluku yang memuliki adat seperti ini. Kaum lelaki dari suku ini, yang sebagian besar masih hidup mengembara, mendirikan gubuk-gubuk pamali kecil berukuran 2×2 meter (dalam bahasa mereka disebut “tikusune” ). Di dalam gubuk yang dibuat dari daun sagu ini dilengkapi dengan sebuah tempat tidur kecil.
Wanita yang sudah mendekati waktu melahirkan akan diantarkan oleh keluarganya ke gubuk ini dan kemudian dibantu persalinannya oleh seorang dukun beranak. Selama berada di sini, wanita tersebut hanya boleh dikunjungi oleh kerabatnya yang sesama perempuan. Kaum laki-laki dilarang mendekati tempat ini.
Setelah sekitar 2 minggu seuasai melahirkan dan mendapat perawatan dengan ramuan tradisional, si ibu dan anaknya akan dimandikan ke kali, sebelum akhirnya dibawa kembali ke rumah. Sang ayah yang menunggu di rumah, sehari sebelumnya juga harus berpuasa untuk mempersiapkan diri menyambut kedatangan mereka.

5. Tradisi Ma’nene Yang Seram Oleh Suku Toraja

Tradisi yang hanya ada di suku Toraja ini berawal dari kebiasaan para leluhur mereka yang suka mengembara menyusuri gunung dan bukit. Dalam pengembaraannya, tidak jarang ada diantara mereka yang kemudian sakit dan meninggal. Ágar mereka yang meninggal bisa kembali pulang, para kerabatnya menggunakan kekuatan gaib agar mereka bisa berjalan sendiri.
Dalam perjalanan pulangnya, orang yang meninggal tersebut tidak boleh disapa, dipanggil ataupun dipegang oleh orang yang masih hidup. Konon, jika sampai disapa atau dipegang, kekuatan gaib yang menyelimuti mayat berjalan tersebut akan hilang dan orang yang menyapa itu akan ikut meninggal.
Kini, tradisi ini masih dilestarikan namun dengan cara yang berbeda. Setiap tiga tahun sekali, kerabat yang meninggal akan ‘’dibangunkan”. Caranya adalah dengan mendandani jasad tersebut, dipakaikan bedak dan baju bagus dan kemudian diarak keliling desa. Anehnya, meskipun jasad tersebut sudah berumur tahunan, namun masih tetap utuh dan bahkan seolah bisa berdiri di atas kaki mereka sendiri.
Sungguh kaya bukan tradisi di tanah air kita? Semoga kekayaan budaya kita akan menambah kecintaan kita akan budaya sendiri.

Sumber: http://boombastis.com/2014/11/26/tradisi-suku/5/

Tidak ada komentar:

Posting Komentar